Rabu, 04 Januari 2012

Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial

Hubungan antar manusia, ataupun relasi-relasi sosial menentukan struktur dari masyarakatnya. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial ini di dasarkan kepada komunikasi. Karenanya Komunikasi merupakan dasar dari existensi suatu masyarakat.
Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial, hubungan satu dengan yang lain warga-warga suatu masyarakat, baik dalam bentuk individu atau perorangan maupun dengan kelompok-kelompok dan antar kelompok manusia itu sendiri, mewujudkan segi dinamikanya perubahan dan perkembangan masyarakat.
Apabila kita lihat komunikasi ataupun hubungan tersebut sebelum mempunyai bentuk-bentuknya yang konkrit, yang sesuai dengan nilai-nilai sosial di dalam suatu masyarakat, ia mengalami suatu proses terlebih dahulu. Proses-proses inilah yang dimaksudkan dan disebut sebagai proses sosial. Sehingga Gillin & Gillin mengatakan bahwa: Proses-proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada.
Dilihat dari sudut inilah, komunikasi itu dapat di Pandang sebagai sistem dalam suatu masyarakat, maupun sebagai proses sosial.
Dalam komunikasi, manusia saling pengaruh-mempengaruhi timbal balik sehingga terbentuklah pengalaman ataupun pengetahuan tentang pengalaman masing-masing yang sama. Karenanya Komunikasi menjadi dasar daripada kehidupan sosial ia, ataupun proses sosial tersebut.
Kesadaran dalam berkomunikasi di antara warga-warga suatu masyarakat, menyebabkan suatu masyarakat dapat dipertahankan sebagai suatu kesatuan. Karenanya pula dalam setiap masyarakat terbentuk apa yang di namakan suatu sistem komunikasi.
Sistem ini terdiri dari lambang-lambang yang diberi arti dan karenanya mempunyai artiarti khusus oleh setiap masyarakat. Karena kelangsungan kesatuannya dengan jalan komunikasi itu, setiap masyarakat dapat membentuk kebudayaannya, berdasarkan sistem komunikasinya masing-masing.
Dalam masyarakat yang modern, arti komunikasi menjadi lebih penting lagi, karena pada umumnya masyarakat yang modern bentuknya makin bertarnbah rasionil dan lebih di dasarkan pada lambang-lambang yang makin abstrak.
Bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial, dan karena bentuk-bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dairi interaksi, maka interaksi sosial yang dapat dinamakan proses sosial itu sendiri. Interaksi sosial adalah
kunci semua kehidupan sosial, tanpa interaksi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.
Gillin dan Gillin mengajukan dua syarat yang harus di penuhi agar suatu interaksi sosial itu mungkin terjadi, yaitu:
1. Adanya kontak sosial (social contact)
2. Adanya komunikasi.
Dengan demikian kontak merupakan tahap pertama terjadinya suatu interaksi sosial. Dapat di katakan bahwa urituk terjadinya suatu kontak, tidak perlu harus terjadi secara badaniah seperti arti semula kata kontak itu sendiri yang secara harfiah berarti “bersamasama menyentuh”. Manusia sebagai individu dapat mengadakan kontak tanpa menyentuhnya tetapi sebagai makhluk sensoris dapat melakukannya dengan berkomunikasi. Komunikasi sosial ataupun “face-to face” communication, interpersonal communication, juga yang melalui media. Apalagi kemajuan teknologi komunikasi telah demikian pesatnya.
Apabila dua orang bertemu, saat itu mereka dapat saling menegur, berjabat-tangan, ataupun saling berbicara dan melakukan berbagai kegiatan lain. Dua orang. itu telah melakukan kontak, bahkan aktivitas-aktivitas semacam itu sudah merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial. Apabila dua orang yang bertemu itu, tidak saling rnenukar tanda-tanda ataupun tidak saling berbicara, interaksi sosial bahkan telah dimulai, interaksi sosial telah terjadi. Sebab masing-masing sadar akan adanya dan kehadirannya pihak yang lain yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan ataupun syaraf mereka masing-masing. Kesan yang dapat ditimbulkan pada masing-masing individu itu kemudian dapat menentukan tindakan dan kegiatan apa yang akan dilakukan.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu tidak hanya antara individu dan individu sebagai bentuk pertamanya saja, tetapi juga dalam bentuk kedua, antara individu dan suatu kelompok manusia atau sebaliknya. Bentuk ketiga, antara sesuatu kelompok manusia dengan kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Suatu kontak sosial tidak hanya tergantung Bari tindakan ataupun kegiatan saja, tetapi juga dari tanggapan atau response reaksi, juga feedback terhadap tindakan atau kegiatan tersebut.
Kontak sosial dapat bersifat positif, apabila mengarah kepada suatu kerjasama (cooperation). Dan dapat bersifat negatif apabila mengarah kepada suatu pertentangan (conflict), atau bahkan lama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.
Penggolongan lain ialah, suatu kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Apabila pihak-pihak yang mengadakan kontak dapat langsung bertemu dan berhadapan muka, hal itu dikatakan bersifat primer. Sedangkan apabila dalam kontak itu diperlukan suatu perantara yang dapat berupa orang-perorangan ataupun media, dikatakan kontak tersebut bersifat sekunder.
Dari pembicaraan tentang kontak sosial sebagai syarat pertama terjadinya interaksi sosial, dengan agak penjang lebar, hanya ingin di kemukakan, bahwa kontak sosial termaksud adalah juga sama dengan komunikasi, atau setidak-tidaknya di dalam pengertian itu telah terkandung aspek-aspek pengertian komunikasi. Sehingga syarat kedua sudah kurang penting. Tetapi arti terpenting dari pembicaraan khusus komunikasi sebagai syarat kedua terjadinya interaksi sosial adalah, sebagai kelanjutan daripada kontak sosial yang telah terjadi. Arti yang terpenting dari komunikasi adalah bahwa individu yang satu memberikan tafsiran pada peranan-peranan apa yang ingin disampaikan lewat perikelakuan orang lain tersebut. Di dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Berdasarkan tafsiran itu iapun bertindak kembali; Dan dengan demikian interaksi sosial terjadi.
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (co-operation), persaingan (competition) dan pertentangan atau pertikaian (conflict).
Interaksi sosial didasari oleh Komunikasi. Dalam artinya yang benar, konkrit dan nyata, interaksi sosial itu adalah komunikasi itu sendiri. Seperti telah lama dinyatakan Oleh John Dewey :
“Society not only continues to exist by transmissions, by communication, but it may fairly be said to exist in transmission, in communication”.
Apabila dua orang individu berinteraksi, mereka saling tukar-menukar isyarat-isyarat yang berarti, mengoperkan lambang-lambang yang berarti, apakah itu dalam bentuk kata-kata, atau senyuman-senyuman, mengerutkan dahi, dan lain-lain, mereka itu saling menafsirkan dan mengertikan gerakan-gerakan ini yang terdapat. dalam tingkahlaku orang lain tersebut. Dan memberikan respons yang sesuai atau layak dengan harapan dan dari mereka sendiri. Apabila yang seorang setelah mengikuti komunikasi yang lain ia kemudian memberikan respons kepadanya, yang lain itu lalu menyesuaikan tingkahlakunya secara bersamaan oleh sebab-sebab tersebut. Hal ini merupakan suatu proses dinamis, sebab hubungan-hubungan itu berubah dari saat ke seat dan setiap orang harus berturutturut tetap mengubah responsnya sendiri yang ditujukan kepada orang lain.
Jika dua orang saling bercakap, atau dua anak laki-laki sedang berkelahi, atau dua orang sedang berlomba, masingmasing bergerak atau bertindak yang diarahkan dan ditujukan kepada individu yang lain, dan karenanya, oleh sebab-sebab itu mengubah-ubah tingkahlakunya sendiri. Karenanya interaksi sosial adalah bersifat sosial dan bukan personal, sebab pada akhirnya dibutuhkan adanya dua orang atau lebih.
Di dalam suatu interaksi terdapat proses yang tetap daripada saling penyesuaian (mutual adjustment) kepada kegiatan ataupun aksi dan tingkahlaku yang mendahului, yang saling diharapkan.
Demikianlah Douglas Oliver misalnya mengatakan bahwa: Interaksi adalah apabila berkenaan atau berhubungan dengan tingkahlaku saling penyesuaian, di antara dua atau lebih individu.
Baik suatu kelompok atau masyarakat tidak dapat mempertahankan adanya itu, tanpa suatu penyesuaian. Setiap anggauta suatu kelompok/masyarakat berinteraksi dengan anggota yang lain melalui komunikasi, dan dalam pada itu secara bersamaan menyesuaikan tingkahlakunya kepada harapan-harapan mereka. Semua kegiatan komunikasi mendasari interaksi sosial sehingga saling mengikat orang-orang bersama-sama ke dalam suatu masyarakat: Karenanya interaksi adalah kenyataan sosial yang sangat fundamental.

INTERAKSI DAN KOMUNIKASI DALAM KELUARGA

PENCAPAIAN tujuan pendidikan nasional tidak terlepas dari peran serta orang tua atau keluarga. Keluarga sebagai bagian dari struktur sosial setiap masyarakat adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap perubahan sosial budaya. Peranan keluarga yang paling utama adalah sebagai pembagi kehidupan individu ke dalam tingkat-tingkat peralihan usia (daur ulang) dan dalam rangka pembentukan watak dan perilaku generasi muda agar menjadi bagian dari anggota masyarakat yang terinternalisasi ke dalam keseluruhan sistem nilai budaya yang jadi panutan masyarakatnya (sosialisasi). Peranan demikian amat menentukan struktur dan integritas di dalam sistem sosial masyarakat yang bersangkutan, sehingga sosialisasi pada masyarakat petani dan masyarakat industri modern sekalipun ditentukan oleh arah dan kondisi yang dikembangkan dalam keluarga.
Di dalam keluarga anak-anak mulai menerima pendidikan yang pertama dan paling utama. Pendidikan yang diterima oleh anak mulai dari pendidikan agama, cara bergaul, dan hubungan interaksi dengan lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak. Dalam lingkungan keluargalah anak mulai mengadakan persepsi, baik mengenai hal-hal yang ada di luar dirinya, maupun mengenai dirinya sendiri.
Pada masa sekarang masalah ketaksiapan orang tua dalam membina anak-anak sering dianggap sebagai pemicu terjadinya masalah-masalah sosial dan kenakalan pada diri anak, karena orang tua dinilai kurang mampu memberi perhatian khusus kepada anak. Interaksi dan komunikasi dalam keluarga (orang tua – anak) kurang tercipta secara dinamis. Oleh karena itu, orang tua perlu menanamkan pendidikan kepada anak sejak dini agar anak mampu memahami hakikat kehidupan yang sesuai menurut ajaran agama.
Dengan kehadiran seorang anak dalam keluarga, komunikasi dalam keluarga menjadi lebih penting dan intensitasnya harus semakin meningkat, dalam artian dalam keluarga perlu ada komunikasi yang baik dan sesering mungkin antara orang tua dengan anak. Cukup banyak persoalan yang timbul di masyarakat karena atau tidak adanya komunikasi yang baik dalam keluarga. Kiranya hal ini perlu disadari, khususnya dari pihak orang tua.
Hubungan yang terjadi di dalam keluarga biasanya dilakukan melalui suatu kontak sosial dan komunikasi. Kedua hal ini merupakan syarat terjadinya suatu interaksi sosial. Dengan kata lain, interaksi yang sesungguhnya dapat diperoleh melalui kontak sosial dan komunikasi. Menurut Suhendi (2001:69), “komunikasi berarti memiliki tafsiran terhadap perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah, atau sikap dan perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.”
Terjadinya interaksi dan komunikasi dalam keluarga akan saling mempengaruhi satu dengan yang lain dan saling memberikan stimulus dan respons. Dengan interaksi antara anak dengan orang tua, akan membentuk gambaran-gambaran tertentu pada masing-masing pihak sebagai hasil dari komunikasi. Anak akan mempunyai gambaran tertentu mengenai orang tuanya. Dengan adanya gambaran-gambaran tertentu tersebut sebagai hasil persepsinya melalui komunikasi, maka akan terbentuk juga sikap-sikap tertentu dari masing-masing pihak. Bagi orang tua anak sebagai objek sikap, sebaliknya bagi anak orang tua sebagai objek sikap. Pada anak akan terbentuk sikap tertentu terhadap orang tuanya, sebaliknya pada orang tua akan terbentuk sikap tertentu terhadap anaknya.
Anak akan memiliki sikap yang berbeda terhadap orang tuanya. Sebagian anak ada yang mempersepsikan orang tuanya adalah segala-galanya. Tak heran mereka meniru semua perilaku orang tuanya. Namun, sebagian lagi ada yang mempersepsikan orang tuanya sangat kejam, sadis, dan tidak mau mengerti dengan kehendak anak. Dari dua sisi sikap yang berbeda tersebut (positif dan negatif) dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap yang dimiliki oleh para anak akibat dari proses interaksi yang terjadi di dalam keluarga. Bagi keluarga yang mampu mengadakan komunikasi yang baik kepada anak tentu akan memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak, sebaliknya bagi orang tua yang super sibuk dan masa bodoh terhadap perkembangan anak tentu jarang terjadi proses interaksi atau komunikasi dalam keluarga. Dampaknya, anak yang dibesarkan dalam lingkungan orang tua yang tidak komunikatif kemungkinan besar akan mencari bentuk perhatian ke lingkungan lain, misalnyanya: di lingkungan sekolah atau lingkungan teman sebayanya.

FAKTOR DAN INDIKATOR INTERAKSI DI KELUARGA

interaksi sosial sangat perlu norma norma, diantaranya norma agama, norma adat,dan norma hukum......

sebagian banyak interaksi sosial siswa sekarang sangat jauh dari norma tersebut,,,, bahkan siswa sekarang lebih mengedepankan egosentisnya dibandingkan akal sehatnya,,,,salah satu contoh ,,, di Bandung Jawa Barat tawuran antar pelajar smp hingga melibatkan preman,,, padahal siswa smp usianya baru belasan tahun dan sedang di pupuk untuk mendapatkan jati diri yang benar,,, dan sebagai penerus bangsa indonesia,,,,


dalam keluarga siwa atau anak didik sekarang banya yang membangkang kepada orang tua, bahkan sepertinya orang tua dan keluarga di nomor 17 kan oleh sebagian siswa dan yang paling dinomor 1 kan yaitu kesenangan semata,,, tanpa pemikiran yang luas karna pemikiran mereka masih labil

agar dapat berinteraksi baik siswa paling utama yang harus di pupuk oleh orang tua,,, perlu adanya sering khusus setiap 2 hari sekali antara orang tua dan anak,,,, hal tersebut bisa mengurangi dampak buruk anak tersebut.... yang kedua dalam lingkungan ke agamaan,,,, masih dalam keluaraga..... semua agama mengajarkan kebajikan,kebaikan,,,dan....keindahan,,,… perlu adanya penyegaran rohani setiap hari dalam keluarga,,,,muslim,kristen,budha maupu hindu sama saja yaitu agama,,,,,,,yang mengajarkan kebaikan...... 

tahap kedua lingkungan sekolah,,,, pilih sekolah yang benar benar terakriditasi,,,, banyak para orang tua memasukan anaknya ke sekolah elit,,,, padahal kridebilitas sekolah itu belum tentu baik,,,,,,,tenaga pengajarnya perlu dipandang,,,,, apakah tenaga pengajarnya bisa jadi panutan untuk siswa,,,,,

dalam bermasyarakat kita perlu sosialisasi antar warga,,,, aktif dalam segala bidang kemasyarakatan,,,,itu suatu ciri warga yang gotongroyong.... karna pancasila mengajarkan semua yang di lansir diatas....


sumber: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080605213357AAEjelv

pengaruh media sosial terhadap hubungan dan interaksi sosial

Ingatkah anda bagaimana sulitnya untuk berhubungan dengan orang lain di luar kota, luar pulau, atau luar negeri 20 tahun lalu? Tarif telepon yang masih mahal atau surat yang membutuhkan waktu yang lama dalam pengiriman, membuat orang, relasi, dan keluarga yang terpisah jauh akan sangat sulit untuk dihubungi. Mereka yang sangat membutuhkan kabar sanak saudara pun hanya bias berharap agar pak pos menyampaikan surat tersebut sampai di tangan kita.

Namun perkembangan teknologi yang pesat membuat berhubungan dengan orang lain meskipun terpisah ribuan kilometer dan zona waktu yang berbeda pun menjadi semudah membalikkan telapak tangan. Ya, media sosial adalah salah satu perkembangan teknologi yang memiliki andil besar dalam memberikan kemudahan bagi manusia untuk berkomunikasi dan bersosialisasi, apalagi sekarang teknologi computer dan laptop sudah terjangkau bagi kalangan bawah sampai atas.

Dimulai dari era Friendster dengan logo senyumannya, MySpace yang identik dengan Band – Band yang mempromosikan Band-nya. Era Facebook yang belum di kalahkan kegemparannya di kalangan remaja sampai saat ini, sampai era Twitter yang identik dengan kicauan burungnya, dan yang baru baru ini booming adalah Google Plus. media ini memicu banyak perubahan manusia dalam bersosialisasi. Ini sesuai dengan tujuan awal mengapa media sosial dibuat yaitu memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain di seluruh dunia untuk mencari teman baru, pasangan hidup, berbisnis, bahkan berpolitik.
           

Media social pasti memiliki sisi positif dan sisi negative pula. Berikut contoh dari sisi positif dari media social:

1.      Memudahkan anda dalam berinteraksi dengan orang lain.
      Jika keluarga ataupun teman anda yang sedang terpisah jauh ingin anda jumpai sangatlah mudah dengan menggunakan media social. Hanya dengan surfing internet, anda bias melepas kerinduan anda dengan orang tersebut.
      Ataupun anda yang seorang pemalu bias berkenalan dalam dunia media social tanpa canggung.Anda tidak lagi harus menghadapi ketegangan, kegugupan, dan gemetar ketika anda mendekati seorang wanita. Lewat media sosial, anda dapat mengatur langkah dan strategi anda tanpa takut terlihat seperti seekor cacing kepanasan lagi. Komunikasi lebih mudah mengalir dibandingkan saat anda berbicara langsung

2.      Memperluas pertemanan
      Media sosial membuat anda bisa memiliki banyak koneksi dan jaringan yang luas. Tentu saja itu berdampak positif jika anda ingin mendapatkan teman dan pasangan hidup dari tempat yang jauh atau negara asing.

3.      Jarak dan waktu bukan lagi masalah
      Di Era media social yang sedang booming kita dapat dengan mudah member kabar kepada orang yang sedang berada di luar negeri mungkin. Dengan mengirimkan surat elektronik (E-Mail) anda dapat surat menyurat tanpa harus menunggu terlalu lama dengan surat biasa.

4.      Lebih mudah dalam mengekspresikan diri
Media sosial memberikan sarana baru bagi manusia dalam mengekspresikan diri. Orang biasa, orang yang pemalu, atau orang yang selalu gugup mengungkapkan pendapat di depan umum akhirnya mampu menyuarakan diri mereka secara bebas
.


Ternyata media social ada dampak negative. Berikut contoh dampak negative dari media social:

1.      Menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dengan anda di kehidupan sehari-hari
Orang yang terjebak dalam media sosial memiliki kelemahan besar yaitu beresiko mengabaikan orang-orang di kehidupan sehari-harinya. Jangan heran apabila anda lebih sering menghabiskan waktu berinteraksi di dunia maya apabila anda sudah terjebak, apalagi sekarang teknologi smartphone semakin memudahkan anda untuk mengakses internet. Anda akan mulai berpikir pergaulan lewat media sosial sudah cukup. Singkatnya, yang jauh semakin dekat, yang dekat semakin jauh.
2.      Rentan terhadap pengaruh buruk orang lain
Seperti di kehidupan sehari-hari, jika anda tidak menyeleksi orang-orang yang berada dalam lingkaran sosial anda maka anda akan lebih rentan terhadap pengaruh buruk. Bahkan menurut John Cacioppo, seorang peneliti dari Universitas Chicago, media sosial bisa mempengaruhi mood anda, tergantung dengan siapa anda menghabiskan waktu dan terhadap siapa anda memberikan perhatian di media sosial.

3.       Masalah privasi
Memiliki banyak teman di media sosial tidak selalu menguntungkan, terutama apabila anda sering mengungkapkan sesuatu yang seharusnya tidak diketahui orang lain. Media sosial bisa dengan mudah memperburuk citra diri anda jika anda tidak memanfaatkannya dengan benar karena apa yang anda tulis, tautkan, dan unggah bisa dengan mudah dilihat oleh orang lain.
Pada tahun 2010 Facebook di klaim tidak melindungi informasi pengguna facebook walaupun sudah di protect profile orang tersebut. Dan banyak pula artis artis yang terkait isu tak sedap akibat menuliskan kata kata yang mungkin dianggap masyarakat tidak pantas.

Kesimpulannya adalah Media social adalah media tambahan untuk pergaulan di dunia nyata. Jangan terlalu berlebihan akan media social.

“ Media social Mendekatan orang jauh, Menjauhkan orang  dekat.”

Sumber: http://archiprimasta.blogspot.com/2011/11/pengaruh-media-sosial-terhadap-hubungan.html

MODEL INTERAKSI SOSIAL ANTARUMAT AGAMA

Secara normatif-doktriner, setiap agama selalu mengajarkan kebaikan, cinta-kasih dan kerukunan. Akan tetapi, dalam kenyataan sosiologis, agama justru sering memperlihatkan wajah konflik yang tak kujung reda, ketegangan dan kerusuhan. Sebagai contoh adalah konflik yang terjadi baru-baru ini di beberapa daerah di Indonesia seperti di Sambas, Aceh, Kupang, Ambon dan beberapa daerah lainnya, yang mengakibatkan kerugian yang besar baik berupa material maupun nyawa, moral dan immaterial yang dipicu oleh komunitas antarumat beragama.
Realitas di atas memang tidak mencerminkan kehidupan keberagamaan secara keseluruhan. Kehidupan beragama di pulau Enggano misalnya. Meskipun kondisi masyarakatnya tergolong masyarakat terasing, terisolir atau terpencil di antara daerah di Indonesia. Pulau Enggano adalah salah satu daerah yang terletak paling selatan di antara pulau-pulau yang berada di sebelah Barat pulau Sumatera, yang berjarak 90 mil dari ibukota propinsi Bengkulu. Pulau Enggano secara administratif memiliki enam desa, yaitu desa Apoho, Meok, Banjarsari, Malakoni, Kaana dan Kahyanu. [1]
Kehidupan masyarakat pulau Enggano berpedoman kepada sistem nilai-nilai budaya warisan nenek moyangnya, seperti kelompok-kelompok suku bangsa, sistem perkawinan adat, sistem kepemimpinan tradisional, pola pemukiman tradisional dan sistem kemasyarakatan. Dewasa ini sistem-sistem tersebut masih terpelihara, dipertahankan dan dijadikan landasan sosial bagi kehidupan antarumat beragama.
Di pulau Enggano terdapat lima kelompok suku bangsa asli antara lain: Suku bangsa KaunoKaahoaoKaarubiKaharuba dan Kaitora. Kekerabatan suku bangsa masyarakat pulau Enggano dipertimbangkan melalui keturunan ibu (matrilineal). Untuk membedakan penduduk suku asli dengan penduduk pendatang, suku pendatang sering disebut dengan suku bangsa Kamaik. Masing-masing kelompok suku bangsa dikepalai oleh kepala suku (eka’u). Koordinator ekap’u ditunjuk oleh Paabuki. [2]
Kehidupan keagamaan masyarakat suku-suku bangsa Enggano, terdiri dari: Agama Islam dan agama Kristen-Protestan, yang memiliki toleransi beragama yang sangat tinggi. Kedua agama yang besar ini hidup berdampingan secara damai dengan jiwa gotong-royong dan baik. Sebagai contoh, pada tahun 1938 masjid pertama kali dibangun di desa Malakoni dengan nama masjid Jami’. Pembangunan masjid Jami’ ini dikerjakan bersama-sama secara gotong-royong oleh penduduk Enggano, baik umat Islam maupun Kristen-Protestan. Yang menjadi landasan sosial antarumat beragama adalah norma-norma hukum adat. [3]
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila penelitian tentang model landasan sosial antarumat beragama dalam memelihara ketahanan dan ketertiban masyarakat miskin pada daerah terpencil dan terisolir ini sangat urgen untuk dilakukan. Pada umumnya masyarakat pulau Enggano yang beragama Islam dan Kristen-Protestan masih berpedoman kepada nilai-nilai budaya warisan nenek moyangnya dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, hal ini dapat direkayasa secara sosial budaya dengan cara merumuskan dan menemukan model landasan sosial pada norma-norma hukum adat pada lokasi dan wilayah yang terpencil dan terisolir, sehingga apabila terjadi sengketa antarumat yang beragama atau antarsuku bangsa dapat diselesaikan melalui pranata perdamaian adat dan tidak perlu lagi penyelesaian sengketa sampai pada Pengadilan Negeri Arga Makmur di ibukota kabupaten Bengkulu Utara.
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, peneliti memfokuskan pada tiga permasalahan dalam bentuk pertanyaan, yaitu: 1] Faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi landasan interaksi sosial antarumat beragama dalam memelihara ketahanan dan ketertiban masyarakat miskin pada daerah terpencil dan terisolasi di pulau Enggano? 2] Bagaimana menggali dan menemukan landasan interaksi sosial antarumat beragama dalam memelihara ketahanan dan ketertiban masyarakat miskin pada daerah terpencil dan terisolasi di pulau Enggano? 3] Bagaimanakah merumuskan dan menemukan model landasan interaksi sosial antarumat beragama dalam memelihara ketahanan dan ketertiban masyarakat miskin pada daerah terpencil dan terisolasi di pulau Enggano?
Penelitian ini diarahkan dalam tiga tujuan, yaitu: 1] Mengidentifikasikan dan menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi landasan interaksi sosial antarumat beragama dalam memelihara ketahanan dan ketertiban masyarakat miskin pada daerah terpencil dan terisolasi di pulau Enggano. 2] Menggali dan menemukan landasan interaksi sosial antarumat beragama dalam memelihara ketahanan dan ketertiban masyarakat miskin pada daerah terpencil dan terisolasi di pulau Enggano. 3] Merumuskan dan menemukan model landasan interaksi sosial antarumat beragama dalam memelihara ketahanan dan ketertiban masyarakat miskin pada daerah terpencil dan terisolasi di pulau Enggano
.Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang didukung dengan penelitian kepustakaan (library research). Untuk mengumpulkan data di lapangan peneliti menggunakan metode pengamatan terlibat (participant observation) dan wawancara mendalam (indepth interview). Di samping itu, peneliti menggunakan metode dokumentasi untuk menggumpulkan data di perpustakaan. Selanjutnya, peneliti menganalisis data-data tersebut dengan menggunakan metode interpretasi. Metode interpretasi ini digunakan untuk menjelaskan dan memberi makna pada permasalahan yang muncul. [4]


Latar Belakang Interaksi Sosial Antarumat Beragama

Interaksi sosial antarumat beragama di pulau Enggano dilatarbelakangi oleh lima  faktor, sebagai berikut:

1.    Sistem pekerabatan
Sistem kekerabatan di dalam suku bangsa Enggano adalah hubungan saudara antara individu baik dalam satu kaudarama’aoa maupun desa yang diikat dengan kesadaran akan nenek moyang yang sama, keturunan dan perkawinan. Karena itu, orang Enggano memiliki kebiasan untuk mengatakan bahwa orang-orang yang berada di pulau ini adalah seluruhnya bersaudara. Misalnya, kalau kita bertanya kepada seorang anak: “Siapa bapak itu?” Anak itu akan menjawab: “Uwa saya.” Meskipun, anak itu tidak mengetahui dengan jelas garis hubungannya. Bahkan, orang tua anak tersebut juga tidak mengetahui siapa Uwa itu. Artinya, internalisasi kesadaran berkerabat seperti itu ditumbuhkan sejak anak-anak.

2.    Sistem perkawinan
Perkawinan orang Enggano didasarkan pada adat dan agama. Perkawinan yang ideal bagi orang Enggano adalah eksogami klen kecil (antar kerabat). Adat perkawinan orang Enggano dimulai dengan bertunangan, di mana pihak wanita menentukan tanggal pernikahan. Biaya pernikahan sebagian besar ditanggung oleh pihak pria, sedangkan pihak wanita hanya membantu seperlunya.

3.    Pola pemukiman tradisonal
Pola pemukiman tradisional suku Enggano merupakan kesatuan teritorial dari bentuk terkecil sampai bentuk terbesar, dengan urutan sebagai berikut:kaudaraanai’ya dan ma’aoa. Sebagaimana tampak dalam bagan di bawah ini:

Kaudura adalah beberapa keluarga inti yang lokasi tempat tingalnya berdekatan membentuk satu wilayah pemukiman sendiri. Setiap kaudara dihuni oleh 50-60 orang. Wilayah pemukiman satu kelompok suku terdiri dari 4-14kaudara, yang meliputi kaudara suku bangsa dan kaudara cabang-cabang suku bangsanya.
Anai’ya adalah kesatuan wilayah pemukiman yang terdiri dari 2-3kaudara, yang lokasinya berdekatan. Adanya anai’ya ditujukan untuk menggalang kerjasama antara sesama warga kaudara yang lebih menitikberatkan pada masalah tolong-menolong dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menggarap lahan/sawah, membuka lahan/sawah baru serta memperbaiki dan membangun rumah.
Ma’aoa adalah kesatuan wilayah pemukiman yang terdiri dari 2-7 anai’ya, yang lokasinya berdekatan. Adanya ma’aoa ditujukan untuk menggalang kerjasama antara sesama para warga suku bangsa. Kerjasama ini bersifat tolong-menolong yang dapat terjadi secara insidentil ketika melaksanakan upacara-upacara adat, seperti upacara perkawinan, kematian dan perdamaian. Sekarang ini istilah ma’aoa diganti dengan istilah desa, akan tetapi keberadaannya masih diakui.

4.    Sistem kepemimpinan tradisional
Pada masa kolonialisme Belanda seorang pemimpin di dalam suku bangsa Enggano disebut kahai yamunya, yang dipilih dari kelima Paabuki dengan syarat-syarat berikut ini: a] Mampu menjadi seorang pemimpin. b] Berusia cukup menjadi seorang pemimpin. c] Sehat jasmani dan rohani. c] Memahami dan menghayati adat istiadat Enggano. e] Dapat membaca dan menulis. Kahai yamunya ini diberi gelar “raja,” yang bertugas: a] Memperbaiki sarana dan prasana umum. b] Memungut uang pas dari warga suku bangsa yang mau mencari pekerjaan baik di laut maupun di darat. c] Memungut pajak penjualan sebesar 10% dari hasil penjualan kayu yang dilakukan oleh warga suku bangsa Enggano. d] Memungut pajak penghasilan dari warga suku bangsa Enggano.
Pada masa pasca kolonialisme Belanda, pimpinan kahai yamuiya diganti oleh seorang Paabuki. Jabatan Paabuki ini ditunjuk melalui musyawarah suku bangsa. Paabuki adalah seorang laki-laki yang tertua, terpandai dan terkuat di kalangan suku bangsa, serta berkedudukan sebagai kepala suku bangsa.Paabuki ini dibantu oleh ekap’u, yang bertanggung jawab terhadap segala urusan yang menyangkut kepentingan warga suku bangsa. Ekap’u adalah seorang laki-laki yang tertua, berkepribadian baik, terkemuka di kalangan kerabat cabang suku bangsa, yang berkedudukan sebagai kepala cabang suku bangsa. Selain itu, Paabuki dibantu oleh seorang orai, yang bertugas mengawasi semua urusan keungan dan barang yang diperoleh dari denda adat. Orai adalah seorang wanita yang tertua di kalangan kerabat suku bangsa dan berkedudukan sebagai bendahara adat suku bangsa.
  
5.    Sistem kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan Enggano dilandasi oleh gotong-royong dalam kebutuhan sehari-hari, seperti pertanian dan perikanan, pekerjaan di sekitar rumah tinggal dan upacara adat (perkawinan dan kematian).

Landasan Interaksi Sosial Antarumat Beragama
Interaksi sosial antarumat beragama dilandaskan pada hukum adat, meskipun ada hukum negara dan hukum agama. Hukum adat diberlakukan untuk semua orang yang menetap di pulau Enggano. Hukum adat telah ditetapkan oleh nenek moyang dahulu dan selalu digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan setiap sengketa antarwarga suku bangsa. Paabukibertanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum adat yang dibantu olehekap’u dan orai. Dengan demikian, hukum adat adalah hukum asli Enggano yang tidak tertulis dan mengatur semua lapangan kehidupan antarwarga suku-suku bangsa Enggano.

Model Interaksi Sosial Antarumat Beragama
Masyarakat pulau Enggano tergolong masyarakat petani dan nelayan yang masih tradisional. Masyarakat hidup membaur dalam pluralitas etnis suku bangsa, sosial dan agama. Secara historis kehidupan masyarakat ini belum pernah mengalami konflik antarumat beragama, kecuali masalah kriminal biasa. Karena, para penganut agama yang berbeda tidak pernah mempersoalkan masalah perbedaan baik masalah sosial, ekonomi maupun agama. Oleh karena itu, fenomena suasana kebersamaan dalam umat beragama tersebut tampak dalam beberapa aktivitas, antara lain: a] Kerjasama sosial yang melibatkan antarumat beragama, seperti dalam upacara perkawinan, upacara kematian, pembukaan lahan/sawah, pembangunan sarana dan prasana umum. b] Saling kunjung para tokoh agama baik ke gereja ataupun ke masjid, seperti dalam acara pertemuan antartokoh dan acara biasa.
Berdasarkan fenomena itu, sebenarnya terwujudnya interaksi sosial antarumat beragama tersebut didorong oleh beberapa faktor, yaitu: 1] Faktor tradisi, yang ada sejak nenek moyang mereka dengan sifat gotong-royong dan tolong-menolog. 2] Faktor kekerabatan antarsuku bangsa, yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa. 3] Faktor misi dakwah, yang menekankan aspek kemanusiaan dan pemberdayaan umat. 4] Faktor kerjasama antartokoh agama, pemimpin adat dan aparat pemerintah. 5] Ada persepsi antarumat agama, bahwa perbedaan agama merupakan masalah yang lazim dan harus diterima. 6] Tidak adanya provokasi yang menimbulkan perpecahan, baik oleh masyarakat, tokoh dan pemimpin maupun pihak ketiga.
FA
PENUTUP
Atas uraian hasil penelitian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa faktor yang melatarbelakangi penyelesaian sengketa tersebut melalui pranata perdamaian (yahauwa), yaitu karena kehidupan suku-suku bangsa Enggano memiliki nilai-nilai kebudayaannya yang terumuskan ke dalam struktur sosial dan organisasi sosial yang berkaitan dengan identifikasi masyarakat, sistem kekerabatan, sistem kepemimpinan tradisional dan sistem masyarakat paguyuban. Dengan mengkaji struktur sosial dan organisasi sosial tersebut, peneliti dapat mengamati peristiwa-peristiwa khusus ketaatan pada hukum adat secara suka rela. Peristiwa-peristiwa khusus itu bukan sengketa, sehingga dapat mengungkap perilaku sesuai dengan hukum adat dan merupakan acuan normatif yang digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai khusus sengketa yang terjadi.
Karena itu, dapat dipahami bahwa sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat Enggano adalah hukum adat, walaupun masih ada hukum negara dan hukum agama. Hukum adat ini diberlakukan untuk semua orang yang menetap di pulau Enggano. Hukum adat tersebut telah ditetapkan oleh nenek moyangnya dahulu dan selalu digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan setiap sengketa. Hukum adat ini adalah hukum asli orang Enggano yang bentuknya tidak tertulis dan mengatur semua lapangan kehidupan suku-suku bangsa Enggano.
Kondisi dan suasana kehidupan antarumat beragama di kecamatan pulau Enggano terlihat baik dan tidak ada konflik. Bentuk kerukunan ini termanifestasi dalam ketaatan pada perdamaian hukum adat dan dalam hubungan sosial dan kemanusiaan secara kental misalnya, pada pelaksanaan perkawinan, upacara kematian, pembangunan sarana umum dan lain sebagainya, pada level hubungan antartokoh agama dan pimpinan adat serta dengan aparatur pemerintahnya cukup komunikatif dan kordinatif.
Dengan demikian, tampak jelas bahwa pranata perdamaian adat itu digunakan untuk memelihara ketertiban dan ketahanan. Maksudnya, untuk mengembalikan gangguan keseimbangan dan gangguan barang-barang material dan immaterial, di mana setiap terjadi sengketa antarwarga suku-suku bangsa dapat diselesaikan melalui pranata tersebut. Demikian juga tampak jelas bahwa kehidupan suku-suku bangsa Enggano memiliki semacam arena sosial yang bersifat terbatas (semi outomous social field), di mana interaksi antara umat beragama mereka ciptakan sendiri, diberi sanksi dan dipertahankan berlakunya secara terbatas tanpa campuran tangan dari negara atau organisasi politik ynag lebih tinggi otoritasnya.
Akhirnya, sebagai saran dalam rangka pembangunan hukum pada kodifikasi dan pembentukan hukum baru yang sesuai dengan tujuan hukum ini diperlukan adanya kepastian ketertiban dan keadilan. Di samping, kita mempertimbangkan situasi dan kondisi pulau Enggano yang masyarakatnya miskin di daerah terpencil dan terisolasi di sebelah Barat pulau Sumatera serta samudra Hindia yang terkenal ombaknya besar dan tidak menentu cuacanya. Oleh karena itu, aturan-aturan hukum adat dan nilai-nilai budaya yang berlaku dapat dijadikan sumber hukum dalam penyelesaian sengketa melalui pranata perdamaian adat untuk memelihara ketertiban dan ketahanan masyarakat, sehinga perlu dipelihara dan dilestarikan budaya hukum dalam kehidupan suku-suku bangsa Enggano.

PENGARUH KEBUDAYAAN BARAT TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA

Interaksi sosial dan budaya yang dialaminya, juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan dari dalam kehidupan mereka. Pada saat tersebut, mereka pun secara jelas sedang mengalami goncangan-goncangan yang sering bermakna pada anggota badannya hingga membingungkan.
Dalam kehidupan antar bangsa yang tidak dapat kita hindarkan adalah terdapatnya interaksi budaya dan norma antar barat dan timur dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita ketahui dan sadari setiap interaksi sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain, baik langsung ataupun tidak langsung, sedikit ataupun banyak pengaruh tersebut dapat berbentuk adaptasi yang positif, dalam arti tidak menimbulkan kegoncangan dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta merugikan kebudayaan bangsa yang dihormati dan diamalkan aspek-aspeknya. dalam kehidupan sehari-hari bukan tidak mungkin akan terdesak dan semakin ditinggalkan oleh mereka yang sangat tertarik, bahkan tergila-gila dengan unsur-unsur budaya asing. Kenyataan menunjukan bahwa kadangkala orang timur yang terpesona dengan kebudayaan barat akan hidup dengan pola kebarat-baratan dan antipati terhadap budaya bangsa sendiri.
Salah satu gejala sosial yang paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu. Jika dulu perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan tersebut semakin menipis dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal yang semula di pandang kurang bahkan tidak pantas. Di antara pengaruh dunia Barat yang tertanam pada bangsa kita, khususnya anak usia sekolah adalah sebagai berikut:

1.       Selebmania
Seleb berarti ternama, kesohor atau figur. Selebritis berarti orang ternama, kesohor atau yang dijadikan figur, selebmania berarti pengagung berat tokoh-tokoh ternama tersebut. Tokoh ternama yang dimaksud adalah artis atau mereka yang terjun di dunia hiburan baik sebagai penyanyi, bintang film, sinetron, foto model, peragawati, atau presenter dunia hiburan.
Selebmania, kultusme atau kekaguman yang berlebihan terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit baru dikalangan remaja modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis tetap saja tergila-gila dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak terbatas sampai di sana, merekapun berlomba meniru artis pujaannya itu.
2.       Premium Call
Untuk golongan menengah ke atas terutama mereka yang memiliki jaringan telepon rumah dan headphone, perluang untuk berbuat maksiat terbuka lebar. Dan tak dapat dipungkiri ada juga premium call untuk tujuan positif premium call pada hakekatnya merupakan salah satu kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan komunikasi pintar (intellegent network) dilingkungan PT melalui premium call dapat diperoleh berbagai informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi umum/layanan masyarakat, hiburan, bisnis/ekonomi dan informasi langsung.
Kenyataan di lapangan premium call banyak disalah gunakan kini premium call bukan hanya sebagai alat komunikasi saja. Tetapi bentuk hand phone kini dianggap sebagai asesoris untuk pelengkap penampilan sebagai penambah gaya, modis dan trendy, mereka merasa malu/tidak gaul kalau tidak mempunyai alat tersebut, dan dan mereka tidak mau ketinggalan zaman sehingga apa pun caranya mereka lakukan untuk bisa membeli alat tersebut.
3.       Diskotik dan Pub
Diskotik atau Pub sudah dikenal sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi sebagai tempat maksiat. Diskotik bukan saja tempat ajojing atau diskotik tapi juga khalwat, ikhtilat pamer aurat mejeng tak karuan. Bahkan transaksi seks tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan transaksi narkoba.

4.       Punk Club
Kelompok punk muncul pertama kali pada tahun 1975. punk sendiri artinya bahasa slang untuk menyebut penjahat atau perusak, sama seperti pendahulunya. kaum punk juga menyatakan dirinya lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk menyatakan dirinya sebagai golongan yang anti fashion dengan semangat dan etos kerja semuanya dikerjakan sendiri (do-it yourself) yang tinggi.
Ciri khas dari punk adalah celana jeans sobek-sobek peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau di kenakan di telinga, pipi, aksesoris lain seperti swastika, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan mohican. Model rambut spike-top atau model rambut standar kaum punk sementara model rambut mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang menggabungkan gaya spike-top dengan cukur di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang tinggi, atau sekumpulan krucut.Kadang-kadang mereka mengecet rambutnya dengan warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu dan orange.
Punk adalah kelompok remaja radikal yang menentang berbagai bentuk kemapanan hidup bebas tanpa aturan adalah kehidupan yang didambakannya. Dandanan yang tidak karuan seperti itu bagi mereka sebuah kemajuan. Para orang tua hendaknya dapat membentengi putra-putrinya dengan pondasi moral yang kokoh agar anak tidak terjerumus dalam kelompok berbahaya ini.
5.       Narkoba dan Miras
Tidak ada hubungannya narkoba dengan prestasi, gengsi, kemajuan zaman. Apalagi modernisasi narkoba (narkotik dan obat-obatan berbahaya), naza (narkotika dan zat adiktif) atau ada yang menyebut napza (narkotik psikopika dan zat adiktif) adalah produk zahiliyah yang dibuat manusia yang kehilangan sifat kemanusiaannya. Karena itu sangatlah hina remaja yang merasa modern dengan narkoba dan miras, yang saat ini ramai di bicarakan di mana-mana.
Ekses negatif narkoba bukan hanya terbatas pada kesehatan pisik dan psikis si pemakai, tapi juga akan diikuti dengan ekses sosial ekonomi yang sangat merugikan. Perkelahian pelajar, pencurian, perampokan dan kejahatan lainnya. Umumnya ekses dari narkoba dan miras.
Jelaslah bahwa maraknya berbagai jenis narkoba dan miras sekarang ini telah jelas-jelas membunuh para generasi muda yang seharusnya memikul tanggung jawab sebagai generasi penerus.
6.       Sek Bebas
Ciri-ciri ideal mewujudkan negeri baldatun thayyibatun warobbun ghafur yang diceritakan sejak dulu, semakin jauh panggang dari api. Cita-cita itu hanya hinggap didunia impian dan sekedar fatamorgana yang indah di pandang, namun realitasnya sangat menyakitkan. Saban hari kebebasan di dengung-dengungkan, namun kenyataannya (kebebasan itu) hanya memperlebar borok masa silam.
Kebobrokan semakin telanjang. Indonesia makin terbelenggu syahwat (harta, tahta dan wanita), kenyataan menjadi malapetaka dan ironisnya, Indonesia semakin tenggelam dalam hubungan syahwat dan bermandikan birahi korupsi, kolusi, nepotisme, perselingkuhan, perzinahan, pelecehan seksual dan obral aurat bukan barang yang aneh lagi.
Tapi masalahnya lain, jika justru hal itu terjadi di negara yang dianggap sangat kental keagaamannya seperti halnya di Indonesia, akan ditemukan disana unsur-unsur pelanggaran birahi yang kental.
Munculnya dorongan seksual pada kaum remaja dipicu oleh perubahan dan pertumbuhan hormon kelamin sebagai akibat dari kematangan mental dan fisik free sex atau sex bebas, nampaknya sudah menjadi trend bagi remaja modern.Prilaku yang diadopsi dari prilaku remaja barat ini seolah mendapat pembenaran media. Terbukti saban hari tayangan mengenai free sex dan free love menjadi tema utama dalam sebagian besar film dan sinetron yang di tanyangkan televisi. Akibatnya, para remaja beranggapan seks bebas adalah hal yang lumrah diera modern ini.
Padahal sex bebas bukan saja merusak martabat manusia, tapi juga dengan sengaja mensejajarkan diri dengan binatang. Seks bebas atau zina sudah jelas dosa besar. Kehidupan muda-mudi tingkat SMA dan perguruan tinggi yang umumnya mengaku Islami. Menurut berbagai pemberitaan media, dan penuturan pakar seksologi, banyak dikalangan ini yang berobat karena kelemahan di kelaminnya sebagian sudah terjangkit penyakit seksual dan sebagain lagi baru gejala.

C.     Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Sebagai Solusi Menangkal Budaya Barat
Manusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat.
Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi sosial, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja. Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.
Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74).
Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )
Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari.
Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu?
Untuk mengembangkan strategi dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu ,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa, serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral.
Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya.
D.    Penutup
Sebagai penutup dari uraian makalah ini, penulis mengajak kepada semua pihak, khususnya kalangan pendidikan dan orang-orang yang memiliki kewenangan dalam menentukan arah pendidikan di negeri ini, untuk merumuskan kembali tentang tujuan pendidikan kita, dan ranah-ranah mana saja yang harus mendapat penekanan dalam proses pendidikan.
Dalam zaman serba modern ini, tidaklah mungkin suatu bangsa untuk menutup diri dari menjalin hubungan dengan dunia luar, akan tetap perlu diwaspadai tidak semua yang datang dari dunia luar itu membawa kepada kemajuan, justru banyak hal-hal negatif yang datang sehingga dapat merusak tatanan kehidupan bangsa, apalagi jika menerpa bangsa yang nilai pendidikannya rendah.